Sabtu, 15 November 2014

Hidden Cost | EkonomGila

Gambar dari www.trulia.com

Oleh: Yoga PS

Mana yang lebih murah, membeli barang di toko A dengan harga 45rb, atau barang yang sama di toko B dengan harga 25 rb yang terletak 3 km dari toko A?

Pertanyaan yang mengilhami tulisan ini lahir dari pengalaman pribadi saya beberapa waktu yang lalu. Jadi ceritanya saya sedang makan di salah satu food court, nah kebetulan saya butuh kabel data untuk power bank. Kebetulan lagi, setelah menyantap nasi biryani India ditambah kari ayam (inget diet woi), saya menemukan counter hp.

Setelah pdkt ke mas yang jaga (biar dikasih murah) dan tanya sana sini, akhirnya saya menemukan kabel data yang saya butuhkan.

“Ini harganya berapa Mas?” tanya saya dengan muka sok imut.

“45 ribu bos”

Begitu mendengar kata 45rb, dalam hati tangan saya pingin reflex gampar muka mas-mas yang jualan. Masa kabel data doank 45rb, harga normalnya 20-25rb an kale… saya juga tahu pusat perbelanjaan mobile phone (kita sebut mall B) yang bisa memberikan harga segitu. Letaknya tak lebih dari 3 km dari food court ini. Tapi disinilah masalahnya sodara-sodara. Saya menerapkan perhitungan cost benefit dengan memasukkan unsur “hidden cost”.

Hitung Lagi

Hidden cost, menurut mantan mahasiswa ekonomi dengan IP cekak kaya saya adalah biaya “siluman”. Biaya yang sebenernya ada, tapi seolah-olah tidak ada. Dia itu seperti kentut: tidak berwarna, tapi kesan pertama begitu menggoda. Selanjutnya terserah Anda (mau nutup idung, muntah, apa keracunan).

Saya lalu melakukan cost benefit analysis. Pilihannya ada 2: beli sekarang dengan harga 45rb, atau pindah ke mall seberang dengan harga 25rb. Jika saya seorang Emak-emak yang rajin belanja di pasar, pasti pilihannya jelas: ambil yang paling murah donk! Which is 25rb.

Tapi karena saya adalah seorang homo economicus yang ga mau rugi, saya berpikir lebih ‘dalam’ (pemilihan kata ‘berat’ agak sensitive buat saya). Setelah melakukan kajian epistemologis, empiris, holistis, historis,  dan memasukkan berbagai variable ekonomis, akhirnya saya justru mengambil di toko abang-abang vampire penghisap darah bangsanya sendiri karena menjual kabel data terlalu mahal ini.

Lho koq bisa? 25 ribu kan lebih murah dari 45 ribu! Nenek-nya nenek juga tahu!

Iya memang lebih murah. Tapi itu baru cost of goods sold (COGS), tolong tambahkan “hidden cost” yang harus saya bayar jika mengambil barang di mall B.
  1. Biaya transport. Karena saya ga punya kuda atau onta, pilihannya adalah naik ojek atau taksi. Biayanya sudah 20rb sendiri. jalan kaki? Ntar laper donk… biaya makan disana rata-rata 30-40rb.
  2. Biaya riset. Jika saya sudah sampai di mall B, toko mana yang harus saya pilih? Kudu muter2 lagi kan.  Saya harus melakukan riset lewat scanning counter penjualan. Kudu ngeliat barang yang di display, penjual, dan competitor di tempat yang sama.
  3. Biaya waktu. Ini yang paling penting. Bepergian di 3km di Jakarta tidak seperti berjalan 3km di surga yang bisa sekejap mata (udah pernah ke sana emang?). Kita harus menghadapi kenyataan kepadatan penduduk dunia ketiga beserta polutan CO2 dengan kandungan timbal yang bisa menurunkan kecerdasan otak manusia.
Direct benefit

Ekonom menganggap manusia rasional. Meraka pada umumnya mengaku melakukan cost benefit analysis. Mengambil keputusan yang lebih menguntungkan, dengan kerugian minimal. Tapi jika manusia benar-benar rasional, maka ada tiga jenis manusia yang lenyap dari muka bumi:
  1. Penjahat kampungan,
  2. Perokok
  3. Penderita obesitas
Mengapa? Karena secara cost benefit, keuntungan sebagai penjahat kelas teri (maling ayam, jambret, curanmor) tidak sebanding dengan kemungkinan ditangkap dan dijadikan menu ayam bakar taliwang oleh massa.

Merokok? Jika orang rasional, mereka sudah tahu jika itu adalah racun bagi tubuh. Obesitas? Mana ada orang waras yang rela menimbun lemak dan menyiapkan tubuh jadi sarang penyakit?

Manusia, digerakkan oleh 4R (Rewards, Resource, Reason, Reinforcement) yang seperti sudah saya tulis sebelumnya. Dan mengenai rewards, manusia akan lebih menghargai direct rewards. Keuntungan didepan mata. Kenikmatan yang langsung dirasakan. Analysisnya menjadi direct cost vs direct benefit.

Karena itulah, untuk uang tak seberapa, manusia mencuri. Untuk kenikmatan di mulut selama 5 menit, manusia merokok. Dan untuk kepuasan perut beberapa jam, manusia makan berlebihan. Mereka tidak pernah memperhitungkan multiplier effect dan “hidden cost” yang harus dibayar dikemudian hari.

By the way, Jika ada hidden cost, apakah ada “hidden benefit”???

copas dari http://ekonomgila.blogspot.com/2013/10/trulia.html

Proyeksi Bisnis IT Service Keliling di Wilayah Sebulu - Muara Kaman

Ide pokok yang mendasari penulis untuk menganalisa bisnis ini adalah adanya keinginan untuk mencapai jaminan stabilitas keuangan personal dan tidak tergantung pada orang lain dengan mengembangkan pola marketing yang kreatif dan inovatif demi memenuhi kebutuhan pasar. Hal tersebut didorong juga oleh keadaan dimana tingkat kompetisi dalam memperoleh pekerjaan semakin tinggi. Meningkatnya jumlah tenaga kerja tidak sebanding dengan jumlah perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Jika peluang usaha hanya didapat dengan mengandalkan lowongan-lowongan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan atau institusi pemerintahan, maka kemungkinan untuk menjadi tenaga kerja untuk perusahaan atau instansi pemerintahan tersebut sangat kecil. Usaha IT Service Point Keliling ini dipilih karena didukung pula keterampilan dan pengalaman yang penulis miliki kaitannya dengan jasa perbaikan komputer dan periperalnya. Hal ini karena apabila usaha hanya mengandalkan pengetahuan saja tanpa keterampilan, maka aplikasinya akan lebih sulit dilaksanakan dengan baik dan maksimal.
Usaha jasa ini bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya sangat layak untuk dikembangkan karena memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang. Dapat dilihat bahwa tren kepemilikan perangkat komputer dalam masyarakat semakin bertambah seiring dengan kemajuan teknologi informasi di dunia. Dewasa ini, perangkat komputer bukan lagi barang mewah yang dimonopoli oleh kalangan akademisi, bahkan orang awam pun merasa perlu dan sudah memilikinya. Namun perkembangan kepemilikan perangkat digital ini seringkali tidak didukung oleh layanan purna jual dari vendor resminya, khususnya di daerah Kecamatan Sebulu dan Muara Kaman, sehingga konsumen selalu kesulitan jika mereka mengalami masalah dengan perangkat yang mereka miliki.

Peluang Usaha
Peluang usaha di bidang ini sangat prospektif, dimana kita bisa mengingat  bahwa Kecamatan Sebulu dan Kecamatan Muara Kaman adalah daerah dengan penduduk yang memiliki tingkat perekonomian yang baik. Lebih dari 50% pelajar setingkat SMP dan SMA telah memiliki laptop. Dari kalangan profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan juga hampir 100% memiliki Laptop dan printer, bahkan banyak diantaranya memiliki lebih dari satu unit. Apalagi di kabupaten Kutai Kartanegara ini pernah ada program “Satu Guru Satu Laptop” yang membagikan 13.000 (tiga belas ribu) unit lebih laptop untuk guru, dan lebih dari 1.000 (seribu) unit diantaranya dibagikan untuk guru-guru di wilayah kecamatan Sebulu dan Muara Kaman. Selain itu, instansi-instansi pemerintah, pendidikan, dan kesehatan juga menggunakan laptop, komputer, dan printer dalam kegiatan mereka setiap hari, dan dari hasil pengamatan pribadi penulis, didapati masing-masing instansi rata-rata menggunakan lebih dari 10 unit perangkat komputer dan periperalnya. Dan untuk daerah transmigrasi kecamatan Sebulu-Muara Kaman saja (dari SP-1 sampai SP-5; daerah padat penduduk yang bisa dijangkau dalam waktu kurang dari 1 jam dari ujung SP-1 hingga ujung SP-5; terdiri dari 7 desa) sudah terhitung sekitar 40 instansi, belum termasuk desa-desa di sekitarnya dan perusahaan-perusahaan swasta yang beroperasi di daerah ini. Tentu ini adalah jumlah yang menjanjikan untuk usaha jasa perbaikan dan perawatan komputer. Belum lagi persaingan dalam bisnis ini sangat rendah, karena usaha ini membutuhkan keterampilan khusus untuk menjalankannya.

Aspek Pengembangan
Usaha ini tidak hanya jasa perbaikan dan perawatan komputer, printer, atau laptop saja, namun juga dapat dikembangkan pada bisnis lain yang masih berhubungan. Pengembangannya bisa saja dengan menjual sparepart, periperal, dan aksesoris komputer, jasa fotocopy dan cetak dokumen (print) yang keuntungannya juga cukup menggiurkan. Bisa juga bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia dan menjadi Agen Pos untuk dapat memberikan layanan pembayaran listrik, pulsa listrik, pulsa handphone, angsuran multi finance, dan layanan pos yang lain. Atau bisa juga dengan menambah layanan booking tiket pesawat dengan bekerja sama dengan agen tiket dan travel. Bahkan jika modalnya cukup bisa pula dikembangkan menjadi warnet keliling, layaknya mobil internet kecamatan milik kominfo.

Teknik Usaha
Sesuai dengan judulnya, usaha ini tidak menggunakan tempat yang tetap, namun dapat berpindah-pindah sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan menggunakan motor roda tiga yang bak belakangnya telah dimodifikasi sedemikian rupa, maka usaha ini dapat menjangkau konsumen dimana saja, sesuai dengan motonya, “Lebih Dekat, Lebih Cepat.” Sehingga konsumen tidak perlu jauh-jauh mendatangi tempat servis, cukup telepon atau sms, dan kami akan mendatangi tempat konsumen. Selain itu, usaha ini juga mengedepankan kualitas pelayanan yang prima. Kebanyakan konsumen selalu takut kehilangan uang mereka untuk hal yang menurut mereka tidak memuaskan, sehingga pelayanan yang baik akan dikedepankan dengan tagline, “Garansi 7 hari, Tidak puas uang kembali.”
Pemilihan kendaraan berupa motor roda tiga dibandingkan mobil juga bukan tanpa alasan. Kendaraan ini dipilih karena harganya yang lebih murah, bentuknya yang lebih unik, perawatannya yang lebih mudah dan murah, daya angkutnya yang cukup banyak, manuver di medan sempit juga lebih lincah, dan tentu saja, karena mesin lebih kecil (sekitar 150 cc – 250 cc, bandingkan mobil mencapai 1000 cc lebih) biaya operasionalnya pun lebih ekonomis. Kendaraan ini juga cukup sesuai dioperasikan di daerah kecamatan Sebulu dan Muara Kaman.

Analisis Finansial
a.       Kebutuhan Modal
No
Uraian
Jumlah Barang
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1.
Uang Muka Motor Roda Tiga dgn kanopy depan
1
Unit
10.000.000
10.000.000
2.
Modifikasi bak belakang
1
Unit
3.000.000
3.000.000
3.
Etalase
1
Unit
1.000.000
1.000.000
4.
Laptop
1
Unit
6.000.000
6.000.000
5.
Printer Multifungsi
1
Unit
1.500.000
1.500.000
6.
Genset Kecil
1
Unit
1.500.000
1.500.000
7.
Stavol 1000 VA
1
Unit
500.000
500.000
8.
UPS
1
Unit
400.000
400.000
9.
Router Modem GSM
1
Unit
950.000
950.000
10.
Kursi Plastik
4
Buah
37.500
150.000
11.
Mini Speaker Aktif
1
Set
400.000
400.000
12.
Banner Promosi
2
Unit
100.000
200.000
13.
Barang Dagangan (Sparepart & Aksesoris)



8.000.000
14.
Deposit agen Pos



5.000.000
15.
ATK dan lain-lain



1.400.000
Total
40.000.000


b.      Anggaran Biaya Operasional per bulan (25 hari kerja)
No
Uraian
Jmlh
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1.
Bahan Bakar (3 ltr / hari)
75
Liter
9.000
675.000
2.
Pemeliharaan Peralatan
1
Paket
100.000
100.000
3.
Honor Tenaga Kerja
1
Orang
2.500.000
2.500.000
4.
Jaringan Internet
1
Paket
110.000
110.000
5.
Pulsa Telepon
1
Paket
50.000
50.000
6.
Lain-lain



65.000
Total
3.500.000

c.       Anggaran Pendapatan dan Keuntungan
Rincian anggaran Pendapatan Harian
No
Uraian
Jmlh Brg
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1.
Servis Laptop/Komputer
2
Unit
100.000
200.000
2.
Servis Printer
1
Unit
25.000
25.000
3.
Jasa Print
10
Lembar
1.500
15.000
4.
Jasa Fotocopy
20
Lembar
250
5.000
5.
Laba Penjualan Aksesoris/periperl



50.000
6.
Jasa Penjualan Pulsa
10
Transks
1.000
10.000
7.
Jasa Transaksi Pos
10
Transks
1.000
10.000
Total
315.000

Jadi perkiraan hasil usaha sebulan (25 hari kerja) adalah
Rp 315.000 x 25 hari = Rp 7.875.000
Dengan demikian dapat dihitung keuntungan bersih dari usaha ini per bulan
Rp 7.875.000 – Rp 3.500.000 = Rp 4.375.000

d.      Anggaran Kewajiban per Bulan
Apabila modal seluruhnya dianggap sebagai hutang Bank, maka perlu diperhitungkan nilai angsurannya. Motor roda tiga pun juga perlu angsuran per bulan, karena dibeli secara kredit.
Jika diasumsikan modal awal senilai 40 juta tersebut diperhitungkan sebagai pinjaman dengan angsuran flat dan suku bunga pinjaman 15,11% (suku bunga kredit mikro BPD Kaltim; sumber: http://www.bi.go.id/id/perbankan/suku-bunga-dasar/Default.aspx) dan diangsur selama 24 bulan, maka cicilan per bulan berada di kisaran nilai Rp 2.171.000,-
Jika motor roda tiga senilai 25 juta dikredit dengan uang muka sebesar 10 juta, maka jika diangsur dalam 24 bulan, cicilan per bulan berada dikisaran nilai Rp 854.000,-
Jadi jika kedua kewajiban cicilan tersebut digabungkan dan dibulatkan akan menjadi senilai :
Rp 2.171.000 + Rp 854.000 = Rp 3.025.000,-
Atau dibulatkan menjadi Rp 3.100.000,-

Dari nilai prediksi kewajiban pengusaha yang harus dibayar diatas, ternyata masih tertutupi oleh laba bersih yang diterima, bahkan setelah tenaga kerja juga dimasukkan kedalam beban usaha, sehingga laba bersih, murni menjadi penambahan modal pada setiap bulannya.
Laba bersih – Kewajiban = Rp 4.375.000 – Rp 3.100.000 = Rp 1.275.000

e.       Analisis BCR dan BEP
Untuk mengetahui kelayakan bisnis IT Service Point Keliling ini, maka BCR (Benefit Cost Ratio) harus lebih besar dari 1 (B/C > 1). Berdasarkan perhitungan pendapatan dan biaya per bulan, maka didapati :
Benefit Cost Ratio (B/C) = Total pendapatan per bulan : Total biaya per bulan
     = Rp 7.875.000 : Rp 3.500.000 = 2,25
Jadi dengan BCR 2,25 > 1, maka usaha/bisnis ini layak untuk dijalankan.


Sedangkan untuk perhitungan BEP (Break Event Point) adalah :
BEP = Nilai modal awal : Laba Bersih per bulan
         = Rp 40.000.000 : Rp 4.375.000 = 9,14 (dibulatkan menjadi 10)
Jadi secara teoritis, BEP akan terjadi setelah bisnis ini berjalan selama 10 bulan. Dan pada prakteknya nanti, jika kondisi bisnis tidak mengalami hambatan dan perubahan, maka dalam 2 tahun, semua aset usaha akan menjadi milik pengusaha secara penuh, bahkan akan ada penambahan modal tunai lebih kurang sebesar Rp 30 juta-an. Hal ini dapat diprediksikan dari jangka waktu kreditnya selama 2 tahun dan adanya nilai selisih dari laba bersih per bulan dikurangi total nilai kewajiban per bulan.

Kesimpulan

Bisnis ini memang membutuhkan modal awal yang cukup besar. Namun dengan perhitungan yang matang, jika bisnis ini dijalankan dengan baik oleh tenaga yang terampil dibidangnya, memiliki prospek yang baik dan keuntungan yang menjanjikan. Nilai BRC yang mencapai 2,25 dan BEP dalam waktu kurang dari 1 tahun, membuat bisnis ini menjadi layak untuk geluti dengan sangat serius. Peningkatan pendapatan masih mungkin ditingkatkan lagi apabila pelaku bisnis cukup jeli untuk memilih tren aksesoris komputer yang diminati konsumen. Dengan merambah pada segmen pelajar, mahasiswa, dan guru, tentu tidak terlalu sulit memposisikan bisnis ini mengingat persaingan yang cukup rendah dibidang usaha ini.